Adaptasi
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
belakang
Latar belakang perkembangannya, pada mulanya penyesuaian diri diartikan
sama dengan adaptasi (adaptation). Padahal adaptasi ini pada umumnya lebih
mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis.
Misalnya, seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin
harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut. Dengan
demikian, dilihat dari sudut pandang ini, penyesuaian diri
cenderung diartikan sebagai usaha mempertahankan diri secara fisik.
Oleh sebab itu, jika penyesuaian diri hanya
diartikan sama dengan usaha mempertahankan diri maka hanya selaras dengan
keadaan fisik saja, bukan penyesuaian dalam arti psikologis. Akibatnya, adanya
kompleksitas kepribadian individu serta adanya hubungan kepribadian individu
dengan lingkungan menjadi terabaikan.
Padahal,
dalam penyesuian diri sesungguhnya tidak sekadar penyesuaian fisik, melainkan
yang lebih kompleks dan lebih penting lagi adalah adanya keunikan dan
keberbedaan kepribadian individu dalam hubungannya dengan lingkungan.
Penyesuaian
diri yang dimaksud dalam
pembahasan ini meliputi penyesuaian diri baik dalam pengertian adaptation maupun adjusment. Individu yang mampu menyesuaikan diri dengan baik,
idealnya mampu menggunakan kedua mekanisme penyesuaian diri tersebut secara
luwes, tergantung pada situasinya. Sebaliknya, individu dianggap kaku bila
kurang mampu menggunakan kedua mekanisme tersebut dengan baik atau hanya salah
satu cara saja yang dominan digunakan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pola
Adaptasi Sosial
Adaptasi
adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan, penyesuaian ini dapat
berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat
berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi (Gerungan,1991:55).
Menurut
Karta Sapoetra adaptasi mempunyai dua arti. Adaptasi yang pertama disebut
penyesuaian diri yang autoplastis (auto artinya sendiri, plastis artinya
bentuk), sedangkan pengertian yang kedua disebut penyesuaian diri yang
allopstatis (allo artinya yang lain, palstis artinya bentuk). Jadi adaptasi ada
yang artinya “pasif” yang mana kegiatan pribadi ditentukan oleh lingkungan. Dan
ada yang artinya “aktif”, yang mana pribadi mempengaruhi
lingkungan (Karta Sapoetra,1987:50).
Menurut
Suparlan (Suparlan,1993:20) adaptasi itu sendiri pada hakekatnya
adalah suatu
proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan.
Syarat-syarat dasar tersebut mencakup:
1.
Syarat dasar
alamiah-biologi
Manusia
harus makan dan minum untuk menjaga kestabilan temperatur
tubuhnya agar tetap berfungsi dalam hubungan harmonis secara menyeluruh dengan
organ-organ tubuh lainya.
2.
Syarat dasar
kejiwaan
Manusia
membutuhkan perasaan tenang yang jauh dari perasaan takut, keterpencilan
gelisah.
3.
Syarat dasar
sosial
Manusia
membutuhkan hubungan untuk dapat melangsungkan keturunan, tidak
merasa dikucilkan, dapat belajar mengenai kebudayaanya, untuk dapat mempertahankan
diri dari serangan musuh.
Menurut Soerjono
Soekanto (Soekanto, 2000: 10-11) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yakni:
1)
Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
2)
Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan.
3)
Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah.
4)
Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan.
5)
Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem.
Dari
bahasan-bahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses
penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap
norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan. Lebih lanjut
tentang proses penyesuaian tersebut. Aminuddin menyebutkan bahwa
penyesuaian dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu (Aminuddin, 2000: 38),
diantaranya:
a.
Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
b.
Menyalurkan ketegangan sosial.
c.
Mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial.
d.
Bertahan hidup.
Di
dalam adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Menurut Suyono (1985), pola adalah suatu rangkaian unsur-unsur yang
sudah menetap mengenai suatu gejala dan dapat dipakai sebagai contoh dalam hal
menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri. Dari definisi tersebut,
pola adaptasi dalam penelitian ini adalah sebagai unsur-unsur yang sudah
menetap dalam proses adaptasi yang dapat menggambarkan proses adaptasi dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi, tingkah laku maupun dari
masing-masing adat-istiadat kebudayaan yang ada. Proses adaptasi berlangsung
dalam suatu perjalanan waktu yang tidak dapat diperhitungkan dengan tepat.
Kurun waktunya bisa cepat, lambat, atau justru berakhir dengan kegagalan.
Bagi
manusia, lingkungan yang paling dekat dan nyata adalah alam fisio-organik. Baik
lokasi fisik geografis sebagai tempat pemukiman yang sedikit banyaknya
mempengaruhi ciri-ciri psikologisnya, maupun kebutuhan biologis yang harus
dipenuhinya, keduanya merupakan lingkungan alam fisio-organik tempat manusia
beradaptasi untuk menjamin kelangsungan hidupnya.
Perubahan
Sosial
Setiap
kehidupan manusia akan mengalami perubahan. Perubahan itu dapat mengenai
nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola perilaku, perekonomian,
lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, interaksi sosial dan yang lainya.
Perubahan sosial terjadi pada semua masyarakat dalam setiap proses dan waktu,
dampak perubahan tersebut dapat berakibat positif dan negatif. Terjadinya perubahan
merupakan gejala yang wajar dalam kehidupan manusia. Hal ini terjadi karena
setiap manusia mempunyai kepentingan yang tidak terbatas.
Perubahan
sosial adalah proses sosial yang dialami masyarakat serta semua unsur-unsur
budaya dan sistem-sistem sosial, dimana semua tingkat kehidupan masyarakat
secara suka rela atau di pengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan
pola-pola kehidupan, budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial
terjadi pada dasarnya karena ada anggota masyarakat pada waktu tertentu merasa
tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupannya yang lama dan menganggap sudah
tidak puas lagi atau tidak memadai untuk memenuhi kehidupan yang baru.
Soerjono
Soekanto (2000:338) berpendapat bahwa ada kondisi-kondisi sosial
primer yang menyebabkan terjadinya perubahan.
Misalnya kondisi-kondisi ekonomis, teknologis dan geografis, atau biologis yang
menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek-aspek kehidupan sosial lainnya.
Sebaliknya ada pula yang mengatakan bahwa semua kondisi tersebut sama pentingnya,
satu atau semua akan menghasilkan perubahan-perubahan sosial.
Adapun yang menjadi ciri-ciri perubahan sosial
itu sendiri antara lain:
a.
Perubahan sosial
terjadi secara terus menerus.
b.
Perubahan sosial
selalu diikuti oleh perubahan-perubahan sosial lainnya.
c.
Perubahan-perubahan
sosial yang cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi yang bersifat sementara
karena berada di dalam proses penyesuaian diri.
d.
Setiap masyarakat
mengalami perubahan (masyarakat dinamis).
Faktor
Penyebab Perubahan Sosial:
Perubahan
sosial tidak terjadi begitu saja. Selo Soemardjan dan Soelaeman
Soemardi
berpendapat bahwa perubahan sosial dapat bersumber dari dalam
masyarakat
(internal) dan faktor dari luar masyarakat (eksternal).
I.
Faktor Internal
Perubahan
sosial dapat disebakan oleh perubahan-perubahan yang berasal dari masyarakat
itu sendiri. Adapun faktor tersebut antara lain:
a.
Perkembangan ilmu
pengetahuan, penemuan-penemuan
baru akibat perkembangan ilmu pengetahuan, baik berupa teknologi maupun berupa
gagasan-gagasan menyebar ke masyarakat, dikenal, diakui, dan
selanjutnya diterima serta menimbulkan perubahan sosial.
b.
Kependudukan,
faktor ini berkaitan erat dengan bertambah dan berkurangnya jumlah penduduk.
c.
Penemuan baru
untuk memenuhi kebutuhannya, manusia berusaha untuk mencoba hal-hal yang baru.
Pada suatu saat orang akan menemukan suatu yang baru baik berupa ide maupun
benda. Penemuan baru sering berpengaruh terhadap bidang atau aspek lain.
II.
Faktor Eksternal
Perubahan
sosial disebabkan oleh perubahan-perubahan dari luar masyarakat itu sendiri
seperti:
a.
Pengaruh kebudayaan
masyarakat lain, adanya
interaksi langsung (tatap muka) antara satu masyarakat dengan masyarakat
lainnya akan menyebabkan
saling berpengaruh. Disamping itu, pengaruh dapat berlangsung melalui
komunikasi satu arah, yakni komunikasi masyarakat dengan media massa.
b.
Peperangan,
Terjadinya perang antar suku atau antar negara akan berakibat munculnya
perubahan-perubahan pada suku atau negara yang kalah. Pada umumnya mereka akan
memaksakan kebiasaan-kebiasaan yang biasa dilakukan oleh masyarakatnya, ataupun
kebudayaan yang dimilikinya kepada suku atau negara yang mengalami kekalahan.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Ø Adaptasi
sosial budaya banyak memberi dampak positif dalam kehidupan masyarakat yaitu menciptakan
kerukunan, mengurangi konflik seperti perbedaan status sosial, perebutan sumber
daya ekonomi, kecemburuan sosial, ketimpangan kesejahteraan dan meningkatkan
toleransi antar etnik yaitu proses untuk kebersediaan antar pihak yang berbeda
yang saling berhubungan untuk saling menghormati dan menghargai segala
perbedaan yang ada sehingga tidak terjadi perselisihan atau permusuhan.
Ø Indonesia
merupakan bangsa yang sangat majemuk dengan keanekaragaman etnik,
ras, agama, budaya, dan sebagainya.
Apabila hal
tersebut tidak di kelola secara baik maka akan menimbulkan berbagai
pertentangan di tengah perbedaan tersebut, namun dengan adanya penyesuaian atau
adaptasi hal tersebut dapat di atasi sehingga semboyan Indonesia Bhineka
Tunggal Ika dapat tetap ditegakkan dan masyarakat pun tidak lagi mempersoalkan
keanekaragaman tersebut dan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap
terjaga untuk selamanya.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Widyatmini
& Izzati A. Pengantar Organisasi dan Metode, Gunadarma
Komentar
Posting Komentar